Kisah Tragis Pendakian Everest

Sagarmatha atau Dewi
langit, itulah julukan orang-orang Sherpa untuk
Everest. Para pendaki dan ahli geologi menganggap puncak tertinggi dunia itu
tidak indah, terlalu besar, lebar dan kasar. Namun keanggunan arsiteltural yang
tidak dimiliki Everest diimbangi oleh massanya yang besar dan menakjubkan.
Belum lagi kisah-kisah mengguncang tentang berbagai upaya penaklukannya yang
memberikan reputasi tersendiri. Ditemukan 1852, Everest baru dapat ditaklukkan
101 tahun kemudian setelah "serangan" yang berganti-ganti dilakukan
15 tim ekspedisi serta hilangnya 24 nyawa, jumlah korban yang terus bertambah
seiring sejarah pendakiannya yang berlanjut hingga kini.
Jon Krakauer adalah klien sebuah tim ekspedisi komersial, satu diantara
sekitar 16 tim yang mendaki Everest pada 1996. Pada haru pendakian 10 Mei itu,
tak seorang pun yang pernah membayangkan bahwa bencana yang menakutkan sedang
mengintai, dan kemudian merenggut nyawa delapan rekan mereka. Tidak ada yang
menduga, bahwa di penghujung hari, setiap detik akan menjadi sangat berarti.Into Thin Air banyak dibicarakan di mailist-mailist penggiat alam khususnya pendaki gunung. Sebagian besar mendiskusikan dimana letak kesalahan dan siapa yang paling bersalah dalam bencana ini. Menurutku, tak ada yang pantas dipersalahkan bahkan alam itu sendiri kecuali diri kita sendiri. Karena nyawa adalah hak milik masing-masing individu. Keputusan ada di tangan masing-masing pendaki, karena hanya diri kita sendiri yang tahu kemampuan kita. Dan hanya diri kita sendiri yang bisa mengalahkan ego untuk memaksakan diri mencapai puncak. Terbukti beberapa orang selamat karena mereka mengambil keputusan disaat yang tepat dengan mengalahkan ego untuk tidak melanjutkan pendakian.
Terlepas dari itu semua, banyak hal-hal tentang pendakian gunung, terutama gunung es, khususnya Everest, yang bisa kita ketahui dari buku ini. Kita bisa mengetahui siapa saja pendaki yang berusaha, berhasil maupun tidak berhasil, mencapai puncak Everest. Resiko apa saja yang mungkin terjadi dalam mendaki gunung es. Penyakit-penyakit akibat ketinggian dan udara dingin seperti
--hipotermia,
--hipoksia,
--gigitan salju (dalam keadaan yang sangat parah, bagian tubuh yang terkena harus
segera diamputasi),
--High Altitude Pulmonary Edema (HAPE--Pembengkakan Paru-Paru Akibat
Ketinggian) dan
--High Altitude Celebral Edema (HACE--Pembengkakan Otak Akibat Ketinggian).
---"Setiap detik kita berada pada ketinggian ini dan diatasnya," katanya mengingatkan, "tubuh dan otak kita akan rusak. Sel-sel otak akan mati. Darah akan mengental dan menjadi setengah padat, dan itu sangat berbahaya. Selain itu, akan terjadi pendarahan spontan pada pembuluh rambut seputar retina. Bahkan saat kita beristirahat, jantung kita akan berdetak lebih kencang.--- (hal.326)
---Pertemuanku dengan mayat pertama membuat tubuhku gemetar selama beberapa jam; tetapi, guncangan akibat pertemuan dengan mayat kedua ternyata lebih cepat sirna. Beberapa pendaki yang melewatiku hanya menatap sekilas pada mayat tersebut. Sepertinya, di atas gunung ini sudah ada semacam kesepakatan tidak tertulis untuk berpura-pura mengabaikan mayat yang mulai rusak itu dan menganggapnya sesuatu yang tidak nyata--tidak ada satu pendaki pun yang mau mengakui, apa yang dipertaruhkan di tempat ini.--- (hal. 228)
Everest bak kuburan raksasa yang siap memerangkap mangsanya kapan saja, tak terduga dan tragis!! siapa takut..itu jawaban seorang petualang sejati,
Jon Krakauer selain itu juga menulis buku out side the messon everest,into the wild, the hero. Where men win glory, under the banner of heaven,
http://mountainsoftravelphotos.com/Everest/References-Books.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar